Depan | News | Sport | Musik | Tips |

Rabu, 05 September 2007

Amerika: Lima Pelabuhan Indonesia Rawan Bahaya

Terancam Diboikot Kapal Asing
Alat dan fasilitas transportasi Indonesia kembali mendapat sorotan asing. Saat lobi ke Uni Eropa agar aksi boikot pesawat Indonesia dicabut gencar dilakukan, giliran kapal dan pelabuhan Indonesia mendapat peringatan dari US Coast Guard (Pasukan Penjaga Pantai AS).

US Coast Guard menyebutkan, ada titik rawan gangguan keamanan di lima terminal pelabuhan Indonesia. Terminal itu adalah Belawan International Container Terminal, Semarang Conventional Cruise Terminal, Terminal Peti Kemas Koja, Terminal Pelindo II Semarang, dan Terminal Jamrud Surabaya.

Peringatan itu keluar berdasarkan hasil penilaian US Coast Guard pada awal 2007. Disimpulkan bahwa beberapa terminal pelabuhan Indonesia kurang memenuhi standar internasional. Karena itu, US Coast Guard meminta kondisi tersebut diperbaiki. "Seperti keluar masuk pelabuhan ada identitas atau tidak, serta dokumen kepabeanan harus lengkap dan sesuai kondisi fisik," ujar Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal kemarin.

Sebelumnya, pada 5 Februari 2007 tim US Coast Guard mengunjungi berbagai pelabuhan internasional di Indonesia. Tim lembaga yang beranggota otoritas dan pebisnis pelayaran di Amerika Serikat itu meninjau langsung implementasi ISPS Code (International Ship and Port Security Code /aturan pengamanan pelayaran dan pelabuhan bertaraf internasional) pelabuhan di Indonesia. "Kita diberi kesempatan 90 hari untuk memperbaiki. Ini yang dikatakan Dubes Amerika," terang Jusman.

Mengenai warning itu, Dirjen Perhubungan Laut Dephub Harijogi menjelaskan, lima terminal pelabuhan yang diberi warning oleh US Coast Guard harus segera memenuhi standar (ISPS Code). "Peringatan dari US Coast Guard itu sudah diterima melalui surat pada 23 Agustus 2007 lalu dan langsung ditanggapi pada hari kedua," ujarnya.

Dalam surat balasannya, Dephub berjanji memperbaiki kondisi pelabuhan-pelabuhan itu. Kalau tidak, kapal-kapal Indonesia yang berlayar ke Amerika Serikat akan diberi perlakuan khusus. Itu karena pelabuhan Indonesia dinilai tidak steril. "Perlakuan khusus itu, antara lain, pengawalan lebih ketat dan pemeriksaan lebih lama. Dan, itu akan lebih mahal dibanding kalau memperbaiki kondisi pelabuhan kita sendiri," terangnya.

Sementara itu, Menko Perekonomian Boediono menyarankan agar Menhub segera menyelesaikan persoalan dengan US Coast Guard. Hal itu dimaksudkan supaya kapal-kapal dari Indonesia tidak ditolak di AS. "Mudah-mudahan bisa diselesaikan agar tidak mengganggu ekspor-impor kita," tuturnya.

Ketua Umum DPP Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) Oentoro Suryo mengakui tidak sterilnya pelabuhan di Indonesia. Dengan kondisi seperti itu, pelabuhan dan kapal Indonesia terancam diboikot pihak asing karena dinilai tidak aman. "Pelabuhan Indonesia tak satu pun yang steril sesuai kode keamanan fasilitas pelabuhan dan kapal international (ISPS Code). Kita terancam diboikot asing," cetusnya.

Kondisi tersebut mengkhawatirkan. Jika Indonesia belum juga memenuhi ISPS Code, US Coast Guard bisa meminta Organisasi Maritim Internasional (International Maritime Organization/IMO) melarang pelabuhan Indonesia dilayari kapal asing. Pengamanan di pelabuhan sangat longgar sehingga memunculkan potensi terjadinya kejahatan di kapal. "Bila ada pelarangan, kegiatan ekspor impor tidak boleh lagi diadakan di pelabuhan Indonesia," lanjutnya.

Dengan larangan itu, pelabuhan internasional milik negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, atau Korea yang akan diuntungkan. Akhirnya pelabuhan di Indonesia hanya boleh bertindak sebagai pelabuhan pengumpan.

Dia tidak bisa memastikan apakah warning US Coast Guard tersebut akan direspons dengan baik oleh pemerintah. "Saya khawatir, jika tak dihiraukan, akan terulang seperti di angkutan udara yang dilarang ke Eropa," ungkapnya.

ISPS Code sebenarnya dihasilkan dari konvensi 108 negara anggota IMO pada Desember 2002 di Inggris. Konvensi itu mengamandemen Safety of Life at Sea (SOLAS) 1974 bab XI-2. Intinya, ISPS Code yang berlaku efektif pada 1 Juli 2004 diperlukan sebagai langkah pengamanan maritim, pencegahan dan pengaturan yang tegas untuk mencegah terorisme kapal. (wir)

Sumber: JawaPos

Tidak ada komentar: